Riset: Cuaca Ekstrem, Perubahan Iklim dan Badai yang Semakin Kuat
Sumber Foto: kompas.com
Awal bulan ini, badai melanda Nikaragua dan bergerak melintasi Amerika Tengah. Akibatnya, puluhan orang dikabarkan meninggal dunia. Badai berkecapatan 310 kilometer per jam juga sempat melanda Filipina dan menghancurkan rumah di sekitar Ibu Kota Manila.
Badai merupakan contoh lain bagaimana cuaca ekstrem menjadi sangat biasa saat perubahan iklim. Begitu banyak badai terbentuk di atas Samudera Atlantik musim ini, sehingga Organisasi Meteorologi Dunia menghabiskan daftar nama badai yang memuat 21 nama untuk kedua kalinya dalam sejarah. Lantas, bagaimana perubahan iklim mempengaruhi badai?
Seminggu ke Depan Pengaruh perubahan iklim Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan di jurnal PNAS pada Mei 2020, Bumi setiap tahun dilanda sekitar 86 siklon tropis dan terjadi secara konsisten selama empat dekade terakhir.
Di saat para ilmuwan memperkirakan jumlah siklon mungkin turun karena perubahan kondisi lain, siklon yang terbentuk justru akan lebih kuat. Dikutip dari DW, 6 November 2020, hal ini bisa dijelaskan dengan fisika sederhana. Udara yang lebih hangat menahan lebih banyak kelembapan. Untuk setiap 1 derajat celcius atmosfer yang menghangat, udara akan menahan sekitar 7 persen lebih banyak air.
Dengan kondisi suhu Bumi yang semakin panas, kita telah menempatkan lebih banyak air di udara. Seperti diketahui, hujun akan turun saat uap air mengembun. Lebih banyak air berarti lebih banyak hujan, sementara panas yang dilepaskan dalam proses ini memperkuat badai lebih besar. Ketika Badai Harvey melanda Texas dan Louisiana pada 2017, tiga penelitian menemukan bahwa curah hujan tambahan yang disebabkan oleh perubahan iklim beberapa kali lebih besar dari yang diperkirakan.
"Sebelum kami mulai melakukan studi ini, saya pikir perubahan curah hujan akan dikendalikan oleh jumlah kelembaban atmosfer yang dapat ditahan," kata salah satu penulis studi dari Laboratorium Energi Nasional AS Lawrence Berkeley, Michael Wehner. "Ternyata, dalam badai yang sangat hebat ini, ada perubahan lain yang terjadi yang menyebabkan badai menjadi lebih deras," sambungnya. Memperlambat badai Di Samudra Atlantik, misalnya, perubahan iklim mungkin memperlambat badai karena pola angin berubah.
Meski kedengarannya tidak mengancam, tetapi badai yang bergerak lambat masih bisa memiliki kecepatan angin tinggi dan hanya butuh waktu lebih lama untuk bergerak di sepanjang jalurnya. Dengan menghantam daerah pemukiman warga dan disertai hujan yang lebih lebat, efek badai ini meningkatkan kerusakan daripada Badai Hervei, Badai Florence, dan Badai Dorian.
Akhir-akhir Ini Menurut IPCC, banjir pesisir yang pernah melanda sekali dalam satu abad akan terjadi di banyak kota setiap tahunnya. Hal ini disebabkan oleh perubahan iklim yang membuat permukaan air laut naik. Padahal, laut yang lebih tinggi berpotensi memperburuk badai dengan dua cara.
Pertama, siklon tropis menciptakan gelombang badai. Ini berarti angin kencang dan tekanan atmosfer yang rendah menaikkan permukaan air yang menghantam pantai.
Kedua, curah hajuan yang lebih besar membuat tumpukan air dan akhirnya kembali ke lautan. Hal ini bisa membebani kapasitas saluran drainase di tanah dan meluapnya sungai.
Saat mengalir ke hilir menuju lautan, hal itu dapat memperburuk banjir di kota-kota pesisir.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Riset: Cuaca Ekstrem, Perubahan Iklim dan Badai yang Semakin Kuat", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/tren/read/2020/11/22/144500565/riset--cuaca-ekstrem-perubahan-iklim-dan-badai-yang-semakin-kuat?page=2.
Penulis : Ahmad Naufal Dzulfaroh
Editor : Rizal Setyo Nugroho
Denpasar Institute Umumkan Kerja Sama Baru untuk Pengembangan Institusi
Denpasar Institute Fokus pada Peningkatan Mutu Sumber Daya Manusia
Denpasar Institute Perkuat Peran dalam Bidang Riset dan Inovasi
Denpasar Institute Dorong Semangat Kewirausahaan Lokal Lewat Penguatan SDM
Denpasar Institute Perkuat Kolaborasi Lintas Sektor untuk Pemberdayaan SDM
Peran Indonesia dalam Bidang Pendidikan di ASEAN
Pola Komunikasi Publik di tengah Pandemi Covid-19
TUMPEK LANDEP–LANDUHING IDEP: RESEARCH METHOD UNTUK MENJAGA KETAJAMAN INTELEGENSI DAN INTELEKTUAL
Pariwisata di Masa Pandemi Covid-19
SADHAKA SANG SISTA: TEMPAT MEMINTA AJARAN DAN PETUNJUK SUCI